Monday, April 14, 2008

HARMONI SEBUAH KOMUNIKASI

Tak ada orang yang akan banyak bicara di masyarakat,

jika mereka tahu seberapa sering mereka salah memahami orang lain.
GOETHE, filsuf




DAENG NGADELE, ayahanda (almarhum) yang semoga Allah Yang Zat-Nya Tak Tertandingi merahmatinya senantiasa, bukanlah guru besar di universitas ternama. Beliau bahkan hanya sempat sebulan duduk di bangku Sekolah Dasar (dulu SR), yang ruang belajarnya di kolong rumah kakek buyutku, Makkarawa. Meski demikian, bagi saya, ayah adalah guru spiritual yang sangat saya kagumi, setelah Rasulullah saw. Beliaulah yang memperkenalkan kepada saya makna demokrasi, jauh sebelum saya belajar Pendidikan Moral Pancasila (PMP) di bangku sekolah. Beliau (pula) yang setia menemani saya menumbuhkan dan mengembangkan kecerdasan spiritual, jauh sebelum konsep kecerdasan spiritual ramai diperbincangkan.

Harmoni sebuah keluarga.

Di tengah nuansa adat Turatea yang masih dianut ketat oleh masyarakat Kabupaten Jeneponto Sulawesi Selatan, keluarga kami hidup penuh romansa. Kami dibesarkan penuh kasih sayang dalam suasana persahabatan, tanpa dikotomi orang tua-anak, kakak-adik, atau tua-muda. Kami selalu saling menghargai, sebagaimana kami senantiasa saling menyayangi. Kenangan itu menjadi benang layangan, yang bisa direntang-digulung sekehendak hati.

Apa rahasia di balik keharmonisan keluarga kami? Tidak ada. Adakah sesuatu yang luar biasa? Tidak juga. Semuanya biasa-biasa saja. Rahasianya tidak banyak, hanya satu, yakni komunikasi. Sebagai illustrasi, dalam menentukan menu makanan pun selalu dibahas setiap pagi di keluarga kami, dengan mendiskusikan jenis makanan yang diinginkan dan disesuaikan dengan kondisi keuangan yang ada. Artinya, kebahagiaan itu tercipta dari hubungan komunikasi timbal balik atau komuni-kasi dua arah, yang menyenangkan dan saling menguntungkan.

Lalu, bagaimana dengan Anda? Pasti Anda juga memiliki pengalaman berkomunikasi di ke-luarga Anda.

Harmoni sebuah komunikasi

Mungkin Anda sepakat bahwa hubungan kita dengan orang lain akan harmonis apabila komunikasi itu terjalin sesuai dengan harapan semua pihak, dan akan memburuk jika ada pihak yang merasa dirugikan. Bagaimana dengan cara Anda berkomunikasi selama ini? Apakah Anda ser ing menggunakan pola komunikasi timbal balik atau komunikasi dua arah, atau Anda sering menjalin komunikasi yang satu pihak lebih dominan dari pihak yang lain.

Sementara, merujuk pada pendapat filsuf Thomas Hobbes, setiap orang pada pihaknya sendiri menamakan segala sesuatu yang menyenangkan dan menggembirakan baginya sebagai sesuatu yang baik. Sementara, lanjut Hobbes, yang buruk adalah yang tidak menyenangkan dan tidak menggembirakan baginya. Padahal, jika kita telaah, sejauh setiap orang memelihara persepsi yang berbeda, dan bersikukuh pada ‘kebenaran’ pandangannya sendiri, mereka juga pasti akan berbeda dalam menetapkan pemahaman umum antara yang baik dan yang buruk.

Disharmoni dalam komunikasi

Demikian pula halnya dalam berkomunikasi. Banyak orang yang cenderung respek dan hormat kepada orang yang bertutur dengan santun dan berlaku sopan kepada mereka, dan tidak suka atau membenci orang yang kurang sopan, kurang santun, kurang etis, dan kurang-kurang yang lainnya. Pemahaman seperti ini, sebenarnya, tidaklah layak dipertahankan. Apalagi jika kita, secara serius, mau meneladani akhlak Rasulullah, yang tetap santun baik kepada musuh apalagi kepada sahabatnya.

Lihat saja, di sekitar kita, kerapkali kita temukan stiker yang bertuliskan, “Anda sopan kami hargai!” Lantas, bagaimana jika mitra komunikasi kita kurang atau bahkan tidak sopan?
Apakah kita lebih memilih tidak menghargai ketimbang meng-hargainya? Boleh jadi, karena kita sopan, mereka malah menjadi lebih sopan?

Harmoni dalam risalah

Itulah mengapa sehingga menurunkan Nabi dan Rasul sebagai pembawa risalah yang memberikan batasan jelas antara benar dan salah. Dan, hebatnya lagi, Nabi-nabi dan Rasul-rasul menyebarkan agama dengan komunikasi sebagai kendaraannya.

Herannya, banyak orang yang tidak menyadarinya!

Di antara kita, ada yang menyadarinya, tapi tidak memiliki rasa peduli. Mereka berbuat seolah-olah apa yang benar buat mereka berarti benar pula buat orang lain. Padahal, belum tentu, kan? Semestinya, kita semua menyadari bahwa kita memiliki potensi yang sangat besar untuk berbeda keyakinan, nilai-nilai, dan pikiran. Dan perekat dari perbedaan itu adalah agama.

Harmoni dalam pilihan

Tentu saja, dibutuhkan ‘kuasa komunikasi’ yang efektif untuk menjadikan agama sebagai perekat perbedaan. Tapi, jangan khawatir. Kita semua mampu melakukannya. Kita semua bisa menjadi seorang komunikator yang ulung. Termasuk Anda.

Komunikasi itu dipenuhi pilihan. Begitupun dampaknya. Cara Anda berkomunikasi akan memberikan dampak ‘besar’ atau ‘kecil’ bagi orang-orang di sekitar Anda. Anda akan menyenangkan sebagian orang, tetapi juga akan melukai sebagian lainnya. Anda tidak perlu selalu memenuhi hasrat orang lain dengan menyenangkannya. Apalagi jika itu mengorbankan Anda dan kerabat dekat Anda. Pun, sangatlah tidak manusiawi jika Anda terus-terusan melukai orang lain.

Itulah sebabnya mengapa kita perlu mengetahu fiqh prioritas, meminjam bahasa Qardhawi, berada di antara dua.

Harmoni dalam kekuatan diri

RENUNGKANLAH, ada kekuatan dalam diri Anda serupa tiga permintaan bagi Aladin kepada jin penunggu lampu ajaibnya, yang dapat membimbing Anda untuk melakukan cara berkomunikasi yang seharusnya. Kuncinya, yang penting Anda dapat memanggil kekuatan itu dengan cara yang benar. Anda punya hak untuk menggunakan anugerah tiga permintaan itu. Yakni, kemauan gigi untuk berlatih, kemauan keras menjaga komitmen, dan ikhlas menerima hasil akhir. Anda bisa memanggil ketiga kekuatan itu, sebagaimana Aladin melakukannya.

Dan, Anda tidak perlu khawatir lagi, dihantui kecemasan, dan terus menerus dibayang-bayangi kegagalan.

Harmoni sebuah teori

Mungkin Anda mengatakan, “Teori itu gampang, prakteknya yang susah,” atau, “Lebih mengucapkan daripada melaksanakan, bo!”

Bagaimanapun, kita tetap membutuhkan teori sebagai acuan dalam menjalin komunikasi. Yang penting kita berani mencoba, mencoba, dan mencoba lagi. Hanya ada tiga rahasianya. Pertama, cobalah. Kedua, coba lagi. Ketiga, coba lagi deh! Ketika Anda mencoba berkali-kali, hasilnya tetap saja kurang memenuhi harapan, maka gunakan cara yang lain. Jangan kaku. Fleksibel.
Lenturlah menghadapi kondisi.

Harmoni sebuah perubahan

INGATLAH, semua orang akan lebih berani menghadapi sesuatu, jika ia telah lama mempersiapkan diri. Seperti pernah diungkapkan oleh Lucius Annaeus Seneca, seorang filsuf, bahwa semua orang mampu bertahan dalam kondisi yang sulit jika mereka sebelumnya banyak berlatih. Artinya, kita harus meneguhkan keyakinan, bahwa tak ada sesuatu pun yang mampu mengejutkan, mempermainkan, atau menekan kita.

Jika Anda merasa sudah cukup lama Anda ingin menyampaikan semua gagasan dengan cara yang meyakinkan, saya kira, sasaran itu merupakan sesuatu yang realistis. Mungkin juga, sebenarnya, Anda sudah lama ingin melakukannya. Atau, bahkan Anda sudah lama berusaha keras dengan mencoba banyak cara, namun hasilnya belum juga menggembirakan. Lebih tepatnya, masih mengecewakan. Jangan pesimis.

Bagaimanapun juga, Anda tidak sendirian. Banyak yang mengalami kejadian serupa. Bukan hanya orang awam, tidak sedikit yang sudah menduduki jabatan tinggi, kaum profesional, jajaran eksekutif perusahaan, pejabat teras pemerintahan, bahkan kalangan pendidik sekalipun.

Yang penting, Anda mau berusaha! ☼☼☼

No comments: