Monday, April 14, 2008

MARI BERPIKIR, BO!

DIDALAM AL-QUR’AN, pada beberapa ayat, terdapat ungkapan seperti, “Terdapat tanda-tanda bagi orang yang berakal,” atau, “Tidakkah kamu perhatikan?”. Ungkapan seperti itu menekankan pentingnya berpikir. Dalam konsep komunikator cerdas, kebiasaan berpikir merupakan langkah awal menjadi komunikator yang unggul.

Konsep 3S

Setiap perbuatan kita, semestinya, adalah saripati renungan. Dan, komunikasi yang kita jalin adalah hasil endapan tafakkur. Anda pasti tahu bagaimana rasanya diperlakukan tidak adil. Anda pasti tahu betapa tidak enaknya menjadi korban kedzaliman. Dan, tentu saja, Anda tidak ingin mengalaminya, kan?

Jika, dalam berinteraksi, Anda tidak ingin dilukai, begitu pula halnya dengan orang lain. Karena itu, berpikir dulu sebelum bertindak. Ada konsep 3S yang sebaiknya Anda lakukan jika hendak melakukan sesuatu, yaitu:

1) sebelum melakukan sesuatu, berpikir dulu. Apakah apa yang akan Anda katakan, ungkapkan, atau sampaikan, baik secara lisan maupun tulisan, bahkan dengan bahasa isyarat sekalipun, pertimbangkanlah manfaatnya. Jika tidak berfaedah, untuk apa membuang-buang energi dengan sesuatu yang sia-sia? Pada salah satu firman-Nya, Allah menjelaskan bahwa orang beriman yang beruntung adalah, “Orang-orang yang menjauhkan diri dari (perbuatan dan perkataan) yang tiada berguna”. (QS. al-Mu’minun [23] : 3)

2) Selama melakukan sesuatu, berpikir lagi. Apakah cara melaku-kannya benar menurut syariat atau malah melanggar syariat. Banyak perbuatan yang kita lakukan, benar menurut anggapan kita, tetapi salah menurut ketentuan agama. Misalnya, menyambung tali silaturrahmi melalui kunjungan ke tetangga-tetangga. Namun, jika yang Anda lakukan selama berkunjung adalah bergunjing, berarti Anda melanggar kaidah-kaidah agama.

3) Setelah melakukan sesuatu, berpikir lagi. Pikirkan kembali, apakah yang telah kita lakukan itu adalah sesuatu yang benar-benar bermanfaat, atau hanya perbuatan sia-sia belaka? Bagaimana cara kita melakukan sesuatu itu? Apakah sesuai dengan kaidah-kaidah agama? Apakah tidak melukai, menyakiti, dan menyinggung perasaan orang lain?

Sekolah Tinggi Akhlak Mulia

SEBAGIAN BESAR dari kita berkembang sejak kanak-kanak karena pengaruh orang tua, sanak saudara, teman bermain, dan lingkungan sekitar kita. Kita tumbuh dan berkembang sesuai apa yang diajarkan oleh kehidupan, masyarakat, budaya, dan keluarga. Kita menjalani kehidupan yang banyak memengaruhi pikiran kita.

Mereka –saya menyebutnya: Sekolah Tinggi Akhlak Mulia- menjadikan siapa dan bagaimana perilaku kita sebenarnya. Jika kita tumbuh di tengah keluarga carut-marut, maka akhlak alumninya pun pasti akan amburadul. Jika kita tumbuh di tengah keluarga ‘copet’, maka kita akan menganggap ‘halal’ merokoh isi saku orang lain tanpa permisi. Jika tumbuh di tengah keluarga ahli ibadah, maka kita akan terpola beribadah dengan rutin dan disiplin.

Pembentukan Karakter

Mereka –Sekolah Tinggi Akhlak Mulia- itu membentuk bagaimana cara kita memperlakukan orang lain. Mereka memengaruhi apa yang kita katakan dan bagaimana mengatakannya. Mereka juga memengaruhi apa yang kita lakukan dan bagaimana melakukannya. Maka, seorang anak yang tumbuh di tengah kalangan keluarga pemikir, akan terbiasa berpikir sebelum, selama, dan setelah berkomunikasi, sehingga hasil komunikasinya bermanfaat bagi dirinya dan bagi orang di sekitarnya.

Rasulullah Saw. bersabda,
"Tiap bayi dilahirkan dalam keadaan suci (Islam). Ayah dan ibunyalah kelak yang menjadikannya Yahudi, Nasrani, atau Majusi (penyembah api berhala." (H.R. Bukhari)

Ketika Akhlak Lingkungan Bermasalah

BAGAIMANA JIKA KITA lahir dan tumbuh di tengah lingkungan sesat? Jangan panik! Berdoalah, semoga Allah menolong kita untuk menyadari semua kekeliruan hidup serta memberikan hidayah untuk keluar dari kesesatan itu. Sekali lagi: jangan panik! Ingatkah Anda bagaimana Nabi Ibrahim as. mencari Tuhan, disaat orang lain khusyu’ menyembah berhala? Ingatkah Anda bagaimana gigihnya Nabi Musa as. dan Nabi Harun as. ‘menawarkan’ kebe-naran, ketika rakyat Mesir ngotot menganggap Fir’aun sebagai Tuhannya?
Jika jawaban Anda ‘ya’, maka Anda tidak membutuhkan banyak fasilitas. Anda hanya butuh satu wadah: kesungguhan (mujahadah). Selalu ada jalan, jika kita mau berusaha.
Lantas, apa yang sebenarnya yang paling menentukan keberhasilan kita menjadi komunikator yang ulung? Apakah lingkungan tempat kita lahir dan tumbuh berkembang? Pergaulan? Keberuntungan? Atau, malah diri kita sendiri? Mungkin saja lingkungan dan pergaulan memengaruhi kepribadian kita, tetapi yang paling menentukan adalah keyakinan. Dan, keyakinan melahirkan pikiran.

Berpikirlah untuk Menghormati Orang Lain

SEBAGIAN ORANG meraih popularitas dan kesuksesan duniawi dengan ‘menyabot’ peluang orang lain. Ada juga yang menjilat atasan dan menekan bawahan. Bahkan ada yang menyuap kiri-kanan, menipu sana-sini, dan cara-cara lain yang tidak bermoral. Sebagian yang lain, meskipun sedikit, mendapatkannya dengan santun, tanpa melanggar syar’i. Mereka saling bekerja sama, saling membantu, sharing pengalaman, dan berbagi gagasan. Mereka berhasil meraih tujuan hidupnya, tanpa harus menyakiti orang lain.

Ada 2 (dua) macam karakteristik komunikasi manusia. Karakter pertama, hanya mengejar habluminallah dan melalaikan habluminannas. Golongan ini taat beribadah. Hanya saja, mereka mengabaikan mu‘amalah. Sebenarnya, mereka pun mengetahui bahwa cara yang mereka tempuh menyimpang dari ajaran agama. Bahkan, banyak yang sering meminta kepada Allah –setidaknya tujuh belas kali sebanyak bilangan rakaat shalat- agar ditunjuki jalan yang lurus.
Namun, ketika berada di dunia nyata, mereka berpikir bahwa ‘kejujuran’ tidak akan menghasilkan kesuksesan.

Golongan ini lupa pada peringatan Allah,
"Apakah manusia mengira bahwa ia akan dibiarkan begitu saja (tanpa pertanggungjawaban)?"
(Q.S. al-Qiyamah [75] : 36)

Karakter kedua, selain menguatkan habluminallah juga memperbaiki habluminannas. Mereka membangun harga diri orang lain dengan memberikan pujian yang wajar dan tulus. Bukan pujian yang dipenuhi rasa pamrih. Mereka menawarkan saran-saran perbaikan, bukan kritik pedas yang menyakitkan. Mereka membesarkan semangat orang lain, bukan melemahkannya.

Golongan ini menyadari bahwa,
"Dan segala urusan yang kecil maupun yang besar adalah tertulis." (Q.S. al-Qamar [54] : 52)

Bercerminlah pada Lebah

PERNAHAH ANDA memerhatikan bagaimana Allah menciptakan lebah? Allah menegaskan di dalam Al-Qur’an,
"Dan Tuhanmu mewahyukan kepada lebah, ‘Buatlah sarang-sarang di bukit-bukit, di pohon-pohon kayu, dan di tempat yang dibikin manusia.’ Kemudian makanlah dari tiap-tiap (macam) buah-buahan dan tempuhlah jalan yang dimudahkan bagimu. Dari perut lebah itu keluar minuman (madu) yang bermacam-macam warnanya, di dalamnya terdapat obat yang menyembuhkan bagi manusia. Sesungguhnya, pada yang demikian itu benar-benar tanda (kebenaran) Tuhan bagi orang-orang yang memikirkan." (QS. an-Nahl (16) : 68-69 )

Sesekali kita ‘semestinya’ merenungi penciptaan lebah. Mengapa lebah tak pernah merusak tempat yang dipilihnya untuk membikin sarang? Mengapa lebah hanya makan dari sumber yang baik saja? Mengapa lebah mengha-silkan berbagai cairan dan kotoran yang sangat bermanfaat? Sesungguhnya pada penciptaan lebah, kita dapat memetik pela-jaran berharga, jika kita mau memikirkannya.

Pelajaran apa yang bisa kita petik dari penciptaan lebah?

1. Tidak merugikan orang lain. Dimana pun, kapan pun, dan melakukan apapun, kita tidak menyusahkan apalagi merugikan orang lain. Seperti lebah, kehadiran kita harus selalu memberi maslahat bagi orang-orang di sekitar kita.

2. Mencari nafkah dari sumber yang halal dan thoyib. Seperti lebah hanya mau menghisap saripati bunga, semestinya kita ‘malu’, jika sebagai manusia yang melebihi kelebihan akal dibandingkan lebah, jika kita menafkahi keluarga dari sumber yang tidak di ridhai Allah.

3. Perkataan dan perilaku kita senantiasa bermanfaat. Seperti lebah, semestinya kita hindari perkataan dan perbuatan yang sia-sia.

Sungguh, jika kita bisa bercermin pada penciptaan lebah, jangan kaget jika orang-orang di sekitar kita akan selalu merindukan kehadiran kita, dan berlomba-lomba membenahi akhlak, insya Allah, Indonesia tercinta ini akan terbebas dari pelbagai kerusuhan. ☼☼☼

No comments: