Sunday, April 13, 2008

TERAPI MERAWAT NYALI

Sebab dan akibat, benih dan buah, tak mungkin dipisahkan.
Karena akibat bermula dari sebab,
tujuan memang tergantung pada caranya,
dan buah lahir dari benihnya.
(Ralp Waldo Emerson)

Hidup ini butuh nyali. Kehidupan selalu membutuhkan manusia yang memiliki keberanian. Terutama yang memiliki nyali lebih dibanding manusia lainnya. Manusia yang nyalinya gede, yang berani menanggung risiko, yang berani gagal, yang berani kecewa, yang berani ’dipinggirkan’ oleh kesuksesan. Seperti mereka, saya dan juga Anda, butuh nyali. Kita butuh nyali manakala masalah melilit kita setiap hari, bukan malah lari meninggalkan masalah itu. Kita butuh keberanian ketika kita berhasrat untuk memulai sebuah usaha baru, bukan malah sibuk mengkalkulasi untung rugi. Kita butuh spirit untuk memulai sebuah langkah, bukan malah terus-terusan menimbang-nimbang seberapa besar kemungkinan kita berhasil.

Seberapa sukses kita dalam menjalani hidup, tergantung dari seberapa besar nyali yang kita miliki. Seberapa berani kita menanggung risiko. Risiko hidup, risiko gagal, dan semua risiko yang selama ini sering kita abaikan. Bahkan, meski hanya sekadar sejenak singgah di benak. Coba telisik di sekitar kita. Sungguh, betapa banyak orang yang diserang virus ketakutan. Takut dagangannya tidak laku. Takut produknya tidak menarik minat beli masyarakat. Takut dipecat oleh atasan. Takut gagal membahagiakan pasangan. Takut tidak mendapat tambahan gaji. Takut ini. Takut itu. Takut, takut, takut!

Dan, tentu saja, hanya satu cara untuk memberantas virus takut itu. Hanya satu jurus: nyali. Tapi, jangan menganggap remeh jurus itu. Jurus itu sangat jitu. Sangat ampuh. Anda tinggal mengemasnya sedemikian rupa, menatanya pada posisi yang tepat, lalu ’melejitkannya’ bersama potensi diri yang Anda punyai. Namun, tidak semua orang bisa ’meledakkan’ nyalinya. Itulah mengapa sehingga ada orang yang digelari penakut, atau tak bernyali.
Lantas, bagaimana cara merawat nyali?

Pertama, miliki tujuan hidup yang benar. Cobalah berkaca pada cermin hati. Tanyakan pada nurani. Apakah Anda sibuk bekerja hanya untuk memenuhi tuntutan ragawi? Hanya untuk memenuhi permintaan perut dan tenggorokan? Hanya untuk memuaskan hawa nafsu? Jika ya, sadarlah. Hidup ini tak sekadar untuk memenuhi kebutuhan duniawi semata. Orang yang lebih condong pada urusan dunianya, akan tenderita penyakit ‘penakut’. Orang seperti itu selalu merasa was-was dan takut salah dalam melaksanakan perintah bosnya atau majikannya. Lalu, ketika azan dzuhur berkumandang, ia tetap sibuk bekerja dan mengabaikan Majikan Yang Sebenarnya. Ada lagi sekelompok orang yang takut tidak memuaskan pelanggan tetapnya, sehingga ia dengan mudah mengabaikan pelanggan baru yang belum tentu menjadi pelanggan tetapnya. Ada juga yang sibuk menumpuk harta lewat jabatan dan kedudukan yang diembannya, sehingga lahirlah banyak pejabat berwatak penjahat.

Kedua, mari menabur cinta akhirat. Dunia ini persinggahan semata. Ada perjalanan abadi yang hakiki. Akhirat namanya. Dunia adalah tempat kita mengaso, mengumpulkan napas, mengemas semangat, lalu menumpuk bekal demi bekal yang kelak akan kita gunakan untuk kehidupan abadi. Kehidupan yang sebenarnya. Camkan, dunia ini permainan. Senda gurau semata. Maka, orang yang larut pada kenikmatan dunia, berarti adalah orang yang terlena dalam sebuah permainan yang sia-sia belaka. Kecuali, jika permainan itu kita jadikan wahana melecut diri untuk senantiasa ’bersiap’ menuju sesuatu yang belum nyata namun pasti akan nyata. Dan, untuk mencintai akhirat, kita butuh nyali. Misalnya, ketika melihat orang yang sibuk mengisap rokok di dalam masjid, butuh nyali untuk menegurnya. Ingatlah: amar ma’ruf itu bisa dilakukan oleh siapa saja, tapi nahi munkar hanya bisa dilakukan oleh orang yang punya nyali.

Ketiga, bergaul dengan orang-orang yang bernyali. Lingkungan Anda mencerminkan watak Anda. Jika Anda berada di tengah-tengah para pemabuk, maka orang lain akan menuding Anda pemabuk. Jika Anda sehari-hari bergaul dengan pecandu narkoba, maka orang lain akan menganggap Anda pemakai (narkoba). Meski Anda sebenarnya Anda tidak mabuk atau tidak memakai narkoba. Begitulah hukum alam. Karenanya, tentukan pilihan Anda sekarang. Jika Anda ingin hidup Anda penuh makna, bergaullah dengan orang yang berhati mulia, yang dermawan, yang baik hati, yang gemar menolong sesamanya, yang gemar memberi, yang suka berbagi. Jika Anda ingin hidup Anda selalu bersemangat, bergaullah dengan orang-orang yang selalu optimis.

Keempat, biasakan hidup susah dan penuh tantangan. Menjadi kaya, siapa yang tidak mau? Selalu sukses, siapa yang bakal menolak? Tapi, tidak selalu semua harapan kita akan terwujud. Belum tentu semua keinginan kita terpenuhi. Dan, pengalaman ketika kita jatuh menderita dan hidup susah itulah yang akan mengasah mental dan nyali kita. Bob Sadino menjadi enterpreanur sukses karena berhasil mengelolanya nyalinya. Billi Lim sukses menjadi motivator handal karena nyalinya. Makhsun Al-Makky berhasil melewati masa-masa sulit dalam hidupnya karena jeli merawat nyalinya. Bagaimana dengan Anda?

Kelima, jangan asal bunyi. Ada kalanya kita harus berani mempertahankan argumen kita. Bukan karena ngotot, melainkan karena kebenaran pendapat kita itu. Sementara, kita harus punya nyali untuk mempertahankan dan membela kebenaran itu. Bak kata pepatah, ”Berani karena benar.” Apalagi, dewasa ini, orang yang salah saja pada berani, mengapa untuk membela kebenaran kita mesti ngeri? Hanya saja, kita butuh argumentasi yang tepat. Berkacalah pada kisah Nabi Ibrahim as. Ketika ia harus mempertanggungjawabkan perbuatannya menghancurkan berhala-berhala sesembahan kaumnya, ia menjawab dengan penuh nyali, ”Jika berhala-berhala itu tidak bisa apa-apa, bahkan sekadar bicara, mengapa kalian menyembahnya?”

Berani tidak berarti melakukan sesuatu tanpa pertimbangan matang. Apalagi tanpa menimbang-nimbang akibatnya. Berani bukan berarti tak memiliki rasa takut sama sekali. Berani bukan juga semau gue. Berani yang kita butuhkan adalah berani yang proporsional. Berani pada tempatnya. Berani yang melahirkan sikap dan pikiran positif. Berani yang menumbuhkan semangat dan jiwa besar. Berani yang melihat tantangan sebagai peluang. Berani yang memandang penghambat sebagai batu loncatan. Berani yang melihat kendala sebagai motivasi untuk bangkit.

Berani yang bersandar pada keyakinan innallaha ma’ana, sesungguhnya Allah bersama kita. Sehingga, Musa pun berani menghadapi Fir’an yang durjana. Ibrahim pun sanggup menentang Namrud yang lalim. Jadi, jika Anda ingin selalu punya nyali, tanamkan di hati Anda bahwa Allah selalu bersama Anda. Selalu menyertai Anda. Selalu mengawasi Anda. Selalu melindungi Allah. Dia takkan pergi, takkan mengabaikan Anda, apalagi meninggalkan Anda.

No comments: